Definisi
Penyakit dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropod born virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Ngastiyah, 1997 : 341).
DHF adalah penyakit demam akut dengan ciri-ciri demam, manifestasi perdarahan dan bertendensi mengakibatkan renjatan yang mengakibatkan kematian (Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 : 419).
Etiologi
Virus dengue termasuk dalam kelompok arbovirus b. dikenal 4 serotipe virus dengue yang saling tidak mempunyai imunitas silang yang ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain.
Gambaran Klinik
Penyakit ini ditandai oleh demam mendadak tanpa sebab yang jelas disertai gejala lain seperti lemah, nafsu makan berkurang, muntah, nyeri pada anggota badan. Gejala-gejala tersebut menyerupai influenza biasa. Pada hari ke-2 atau ke-3 demam muncul bentuk perdarahan yang beraneka ragam mulai dari perdarahan yang ringan (petekla/ekimosis, perdarahan gusi, epistaksis) sampai perdarahan yang hebat berupa muntah darah akibat perdarahan lambung, melena, dan juga hematuna masif.
Selain perdarahan juga terjadi juga terjadi syok, biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda-tanda anak semakin lemah. Ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin. Denyut nadi cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang.
Menurut patokan dari WHO tahun 1975, diagnosa DHF harus berdasarkan adanya gejala klinik sebagai berikut :
1. Demam tinggi mendadak dan terus-terus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji turnikel positif dan adanya salah satu bentuk perdarahan yang lain.
3. Pembesaran hati (sudah diraba sejak permulaan sakit).
4. Renjatan yang ditandai nadi lemah, cepat, tekanan darah menurun disertai kulit teraba dingin dan lembab, penderita menjadi gelisah timbul sianosis di sekitar mulut.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
Trombositopenia (100.000/ml atau kurang) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari meninggalnya nilai hematokrit sebanyak 20% atau lebih dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa konvalesen. Ditemukannya 2 atau 3 patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosa DHF.
Berdasarkan patokan WHO (1975) DHF dibagi menjadi 4 derajat sebagai berikut :
a. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya dapat manifestasi perdarahan (Uji Turniket pasien).
b. Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
c. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun atau hipotensi disertai kulit yang dingin.
d. Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat diukur.
Perdarahan pasien DHF terjadi karena trompositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi. Perdarahan hebat dapat terjadi terutama pada traktus gastrointestinal.
Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan pasien DHF bersifat simptomatis dan suporatif.
1. DHF Tanpa Renjatan
Rasa haus dan dehidrasi timbul akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Penderita perlu diberi minum banyak 1 ½ -2 liter dalam 24 jam yang dapat berupa the manis, sirup, susu, dan bila mau diberi oralit. Cara memberi minum sedikit demi sedikit dan orang tua yang menunggu dilibatkan dalam kegiatan ini. Pemberian minum secara gastronasal tidak dilakukan karena resiko merangsang terjadinya perdarahan.
Keadaan hiperpireksia (suhu 40oC atau lebih) diatasi dengan obat antipiretik dan kompres dingin. Jika terjadi kejang-kejang diberi luminal atau anti konvulsan lain. Luminal diberikan dengan dosis : anak umur kurang dari 1 tahun 50 mg IM, anak lebih dari 1 tahun 75 mg. Bila dalam waktu 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3 mg/kg bb. Anak di atas 1 tahun diberi 50 mg dan di bawah 1 tahun 30 mg dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital.
Infus diberikan pada pasien DHF tanpa renjatan apabila pasien terus-meneurus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi, didapatkan nilai hematokrit yang cenderung terus meningkat.
2. DHF Disertai Renjatan
Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan biasanya tinger laktat. Jika pemberian cairan tersebut tidak respon diberikan plasma, banyaknya 20-30 ml/kg bb. Pada pasien dengan renjatan berat yang telah kolaps sehingga kecepatan tetesan tidak tercapai yang diharapkan maka untuk mengatasinya dimasukkan cairan secara paksa ialah spuit dimasukkan cairan sebanyak 100-200 ml, baru kemudian diguyur.
Mengingat bahwa kebocoran plasma dapat berlangsung 24-28 jam, maka pemberian infus dipertahankan walaupun tanda-tanda vital telah nyata-nyata baik. Karena hematokrit merupakan indeks yang terpercaya dalam menentukan kebocoran plasma, maka pemeriksaan tidak perlu dilakukan secara periodik. Selanjutnya kecepatan tetes diberikan sesuai dengan keadaan gejala klinik.
Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Kadang-kadang perdarahan gastrointestinal berat dapat diduga apabila nilai hemoglobin dan hematokrit menurun sedangkan perdarahan sendiri tidak kelihatan. Dengan memperhatikan evaluasi klinik yang telah disebut maka dalam keadaan inipun dianjurkan pemberian darah.
Evaluasi pengobatan renjatan dibuat catatan data klinik mencantumkan tanggal dan jam pemeriksaan serta memuat hasil pemeriksaan nilai hemoglobin, nilai hematokrit, trombosit, jenis dan jumlah cairan yang diberikan (kecepatan tetesan) juga bila terjadi perdarahan gastrointestinal jumlah dan warna perdarahannya. Bila renjatan tidak teratasi dengan pengobatan biasa atau terjadi renjatan berulang dirawat di ICU.